Mengubah isi kepala menjadi tulisan

Cari dah

Minggu, 03 Januari 2016

Tapal Batas P3 Sebatik

Banyak hal yang dapat diceritakan apabila kita berkunjung ke wilayah perbatasan RI dan Malaysia di pulau Borneo, Kalimantan. Dilema perbatasan beserta segala kompleksitasnya menjadi pemandangan biasa bagi para penghuni wilayah tersebut.

Selasa (30/12/2015), saya berkesempatan menyambangi salah satu wilayah perbatasan yang menghubungkan Pulau Sebatik Kalimantan Utara dengan negara Malaysia. Tempat itu bernama Tapal Batas Aji Kuning, di Kecamatan Sebatik Utara, Nunukan, Kalimantan Utara.

Perjalanan menuju Sebatik dapat ditempuh dengan waktu 20 menit menggunakan perahu ketinting dari dermaga feri di Nunukan dan akan turun di dermaga Binalawan desa Mantikas.

Tak sedikit yang mengira tapal batas ini berbentuk sebuah monumen yang dipagar disana-sini, menandakan bahwa itu adalah wilayah perbatasan. Akan tetapi ketika berada di Aji Kuning, tapal batas perbatasan RI-Malaysia tersebut hanyalah berupa batu persegi/patok berukuran 40x50 cm dan sebuah tiang bendera bertanda tangan Komandan Rayon Militer. Di sebelah patok, berdiri posko pengamanan perbatasan yang dijaga TNI AD dari satuan Yonif 141 AYJP (Aneka Yudha Jaya Prakosa).

Di sebelah kanan posko pengamanan sudah merupakan wilayah Malaysia. Akan tetapi masih banyak warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di wilayah Negeri Jiran tersebut. Masyarakat membangun rumah dan toko di belakang patok.

"Disini kebanyakan sudah keluarga turun-temurun. Jadi yang di wilayah Malaysia dan Indonesia itu umumnya sanak famili." ujar Agus (28 tahun) WNI yang bertempat tinggal tak jauh dari tapal batas.

Agus merupakan salah satu dari sekian banyak warga Indonesia yang memiliki rumah di daerah perbatasan. Ayah 2 anak yang memiliki warung kelontong ini mengaku mendapatkan suplai barang dagangan dan kebutuhan pokok dari negara tetangga, yaitu dari daerah Tawau, yang masuk ke dalam wilayah negara bagian Sabah, Malaysia.

“Kebanyakan yang saya jual ini dari Malaysia. Kalau belanja pakai uang Ringgit." jelas pria Bugis tersebut.

Di warung Nirwala dijual berbagai macam bahan pokok serta makanan ringan yang kesemuanya berasal dari Malaysia. Satu potong kaos oblong bertuliskan “'Tawau” dibanderol Nirwala denga harga 19 RM atau setara dengan Rp 70 ribu. Beberapa orang rombongan bahkan menyempatkan diri mencicipi es krim potong rasa ketan hitam yang dihargai sebesar RM 1,50.

"Saya sekeluarga sudah sejak 1992 tinggal disini. Dari dulu sampai sekarang, kondisi disini tak banyak berubah. Padahal banyak pejabat yang kesini untuk berkunjung dan berfoto, tapi tak kunjung ada perbaikan." tuturnya.

Kondisi tapal batas yang merupakan titik pemisah antara Indonesia dan Malaysia tersebut memang cukup memprihatinkan. Di bagian belakang tapal ada sebuah sungai kecil dengan air berwarna keruh kekuningan akibat lumpur yang disebut warga dengan nama sungai Aji Kuning. Bau menyengat buah kelapa sawit yang telah membusuk menjadi hal biasa yang dirasakan warga perbatasan.

"Dulu, rawan sekali. Banyak yang selundupkan narkoba dan senjata dari perbatasan ini, tapi sekarang pengamanan sudab diperketat, jadi sudah jarang. Paling kalau ada makanan, minuman keras." ungkapnya.

Pulau Sebatik merupakan pulau terluar yang berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia. Di Sebatik sendiri ada 16 patok yang membagi pulau ini menjadi wilayah Indonesia dan Malaysia. Sekitar 90 persen penduduk di Aji Kuning adalah orang Bugis. Mereka datang ke pulau ini lebih dari 30 tahun yang lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar